Topik Ilustrasi Khotbah dari Renungan Harian.





Topik: Allah


11 Januari 2003

Persiapan yang Benar

Nats : Seorang muda bernama Eutikhus duduk di jendela ... tidak dapat menahan kantuknya (Kisah Para Rasul 20:9)
Bacaan : Kisah Para Rasul 20:7-12

Barangkali Eutikhus bukan orang pertama yang tertidur sewaktu mendengarkan khotbah dalam ibadah (Kisah Para Rasul 20:9), dan tentunya juga bukan yang terakhir. Sebagian faktor kesalahannya mungkin terletak pada kebaktian yang menjemukan dan khotbah yang membosankan. Selain itu bisa juga karena faktor-faktor lain.

Contohnya, semasa kecil saya memperhatikan bahwa mereka yang bekerja di luar gedung pada musim dingin mendapati bahwa kehangatan gedung gereja merupakan tempat yang enak untuk tidur. Beberapa tahun kemudian, setelah bekerja 17 jam setiap Sabtu di pasar daging, saya sendiri harus berjuang untuk tetap terjaga sewaktu mengikuti kebaktian Minggu pagi. Berbagai aktivitas sosial pada Sabtu sore juga dapat membuat orang mengantuk pada Minggu pagi.

Salah satu kunci untuk mengalami perjumpaan yang indah dengan Allah pada Minggu pagi adalah dengan melakukan persiapan sehari sebelumnya. Memang, mereka yang berada pada posisi pemimpin sudah banyak memperhatikan dan berdoa untuk lancarnya kebaktian. Namun kita yang duduk di bangku gereja sebagai jemaat seharusnya juga mengingat ibadah di Minggu pagi saat merencanakan aktivitas di hari Sabtu. Dengan begitu kita akan siap untuk bernyanyi, berdoa, dan memahami semua yang dikatakan, termasuk kebenaran yang disampaikan melalui khotbah.

Kita akan mendapat visi baru tentang kebesaran dan kasih Allah, juga suatu keinginan yang diperbarui untuk melakukan kehendak-Nya, jika kita melakukan persiapan ibadah dengan benar --Herb Vander Lugt

6 Juli 2003

Bu Craig

Nats : Aku bersukacita, ketika dikatakan orang kepadaku: "Mari kita pergi ke rumah Tuhan" (Mazmur 122:1)
Bacaan : Mazmur 122

Menghadiri kebaktian di gereja merupakan sebuah hak istimewa. Kita dapat memaklumi kalau sebagian orang tidak dapat hadir di gereja karena alasan fisik yang tidak memungkinkan atau berbagai alasan lain yang dapat dimengerti. Akan tetapi, bila kita tidak memiliki halangan apa pun seharusnya kita dapat hadir di gereja. Nyanyian pujian, doa, persekutuan, dan pengajaran firman Allah adalah hal-hal yang pasti kita butuhkan untuk menjalani satu minggu yang akan datang.

The Nashville Banner melaporkan bahwa Ella Craig yang berusia 81 tahun tidak pernah absen menghadiri Sekolah Minggu selama 20 tahun. Itu berarti sama dengan 1.040 hari Minggu! Artikel ini kemudian memunculkan beberapa pertanyaan sebagai berikut:

Apakah Bu Craig tidak pernah punya teman di hari Minggu yang menghalanginya untuk datang ke gereja?

Apakah ia tidak pernah sakit kepala, flu, tidak enak badan, atau lelah?

Tidak pernahkah ia melakukan perjalanan akhir pekan?

Tidak pernahkah ia bangun terlambat pada Minggu pagi?

Apakah di daerah tempat tinggalnya tidak pernah turun hujan atau salju pada Minggu pagi?

Apakah tidak seorang pun di gereja yang pernah menyakiti hatinya?

Artikel ini akhirnya ditutup dengan pertanyaan, "Apakah ada alasan yang dapat menghalangi Bu Craig untuk tidak pergi ke gereja?" Jawabannya? Sama sekali tidak ada. Jadi, jika pada hari Minggu kita tidak hadir di gereja padahal tidak ada sesuatu pun yang menghalangi kita, tentunya ada yang salah dalam diri kita! Kita seharusnya belajar dari Bu Craig --Richard De Haan

19 Januari 2004

Karya Perdamaian

Nats : Dan buah yang terdiri dari kebenaran ditaburkan dalam damai untuk mereka yang mengadakan damai (Yakobus 3:18)
Bacaan : Yakobus 3:13-18

Gereja kecil di Umbarger, Texas, memang tidak tampak seperti sebuah tempat pameran seni internasional. Namun menjelang akhir Perang Dunia II, tujuh orang Italia yang menjadi tawanan perang di sebuah kamp besar di dekat gereja itu, dipilih untuk membantu menghiasi dinding batu gereja yang kosong.

Para tawanan itu sebenarnya enggan membantu orang-orang yang menawan mereka. Namun akhirnya mereka bersedia membantu asalkan usaha yang mereka lakukan dianggap sebagai sumbangan bagi persaudaraan dan sikap pengertian kristiani. Dan ketika mereka mengerjakan lukisan dan ukiran Perjamuan Terakhir, salah seorang tawanan perang itu kemudian mengingatkan, "Secara hampir bersamaan, suatu gelombang kedamaian yang spontan mengalir di antara kita." Tak ada seorang pun yang membicarakan perang atau masa lalu karena "kita di sini melakukan karya perdamaian dan cinta kasih".

Hidup kita di dunia ini dipenuhi oleh situasi-situasi yang tidak memungkinkan bagi kita untuk memperkenalkan kedamaian Allah. Kita dapat merasa terpenjara oleh perasaan tertekan, hubungan yang tegang, dan keadaan yang mengikat. Namun, kedamaian memiliki kuasa untuk berkobar di mana saja. Rasul Yakobus mengingatkan kita bahwa "hikmat yang dari atas adalah ... pendamai, peramah, penurut .... Dan buah yang terdiri dari kebenaran ditaburkan dalam damai untuk mereka yang mengadakan damai" (Yakobus 3:17,18).

Di mana pun kita berada hari ini, mintalah agar Tuhan memakai kita sebagai pembawa damai-Nya --David McCasland

19 Mei 2004

Bertemu Kembali?

Nats : Bernyanyilah bagi Tuhan, hai segenap bumi, kabarkanlah keselamatan yang dari pada-Nya dari hari ke hari (1 Tawarikh 16:23)
Bacaan : 1 Tawarikh 16:23-36

Pada suatu sore di hari Minggu beberapa tahun silam, seluruh keluarga berkumpul mengelilingi meja untuk makan malam. Putra kami, Stevie yang berusia 4 tahun, memimpin doa sebelum makan, “Bapa surgawi, terima kasih untuk hari yang indah ini. Terima kasih, hari ini kami dapat pergi ke gereja dan mengikuti Sekolah Minggu.” Lalu kami sangat terkejut ketika ia berujar, “Sampai bertemu kembali minggu depan.”

Saya khawatir, doa yang diucapkan Stevie ini kerap kali merupakan cara kita memandang kehidupan kristiani. Kita sering terjatuh dalam sikap “sampai bertemu lain waktu” terhadap Allah. Kita melupakan-Nya saat sedang sibuk memenuhi tanggung jawab pekerjaan kita setiap hari. Kita pergi selama berhari-hari untuk membayar tagihan, menyenangkan bos kita, dan memberi perhatian kepada setiap anggota keluarga. Namun, kita lalai untuk memberi Allah waktu yang layak diterima-Nya.

1 Tawarikh 16 dibeberkan beberapa fakta tentang kuasa dan keagungan Allah yang dapat kita renungkan dan kita perbincangkan “dari hari ke hari” (ayat 23). Kita dapat menceritakan kemuliaan Tuhan (ayat 24) dan mengenal tangan-Nya yang menciptakan langit (ayat 26). Kita dapat membicarakan semarak dan keagungan-Nya, kekuatan-Nya, serta sukacita yang Dia berikan bagi kita (ayat 27).

Tiap-tiap hari memberikan berbagai alasan baru bagi kita untuk berdoa kepada Allah, memuji-miji nama-Nya, dan menyatakan kasih-Nya. Marilah kita beribadah kepada-Nya “dari hari ke hari” —Dave Branon

18 Juli 2004

Nyanyian Baru

Nats : Ia memberikan nyanyian baru dalam mulutku untuk memuji Allah kita (Mazmur 40:4)
Bacaan : Mazmur 40:1-11

Nyanyian ikan paus bungkuk adalah salah satu karya terunik di alam raya. Nyanyian ikan paus itu merupakan kombinasi unik dari rintihan nada tinggi dan rendah. Orang-orang yang telah mempelajari seluk-beluk ikan paus bungkuk mengatakan bahwa nyanyian mereka begitu luar biasa sebab raksasa dari dasar laut ini terus-menerus mengubah nyanyian mereka. Pada nyanyian baru itu ditambahkan pola baru dan yang lama dihapus sehingga setelah jangka waktu tertentu ikan paus itu menyanyikan sebuah nyanyian yang benar-benar baru.

Ada sebuah kesadaran bahwa orang kristiani harus terus-menerus menggubah nyanyian pujian baru tentang belas kasih Allah yang selalu baru. Sayangnya, kebanyakan dari kita masih terus melantunkan “nyanyian lama yang sama”.

Kita harus terus-menerus menegaskan dasar iman kita. Tetapi seperti yang dikatakan pemazmur kepada kita, ada banyak karya pembebasan Allah dalam hidup umat-Nya. Pekerjaan-Nya yang tak terhitung banyaknya memberi kita alasan untuk menyatakan pujian kepada-Nya dalam begitu banyak cara (Mazmur 40:6).

Jadi, mengapa kita menyatakan kesaksian kita tentang anugerah penyelamatan Allah dengan cara lama yang sama tahun demi tahun? Pengalaman baru tentang belas kasih dari salib dan kuasa kebangkitan Kristus harus terus-menerus mengisi hati serta pikiran kita dengan nyanyian-nyanyian baru.

Kisah Injil tidak pernah berubah, maka bersyukurlah kepada Allah karenanya. Namun, sudah semestinya nyanyian pujian kita selalu baru —Mart De Haan

17 Oktober 2004

Penyembahan yang Aktif

Nats : Masuklah melalui pintu gerbang-Nya dengan nyanyian syukur, ke dalam pelataran-Nya dengan puji-pujian (Mazmur 100:4)
Bacaan : Mazmur 100

Di dalam bukunya Folk Psalms of Faith, Pendeta Ray Stedman berkata bahwa ia berharap semua orang yang datang ke gereja dapat berdiri di atas mimbar pada hari Minggu pagi dan memerhatikan wajah para jemaat selama khotbah berlangsung.

Walaupun sebagian besar orang tampaknya memerhatikan sang pendeta, banyak pula jemaat yang pikirannya ada di tempat lain. Stedman menulis, "Tentunya menarik untuk mengetahui, ke mana saja pikiran orang-orang mengembara selama kebaktian!"

Untuk memperoleh manfaat terbesar dari kebaktian di gereja, kita harus mempersiapkan hati dan menjadi peserta yang aktif. Kita harus terlibat dengan sungguh-sungguh dalam menyanyikan pujian, berdoa tanpa bersuara saat pendeta memimpin doa, dan menyembah dengan sepenuh hati saat paduan suara bernyanyi.

Pada akhirnya, kita perlu mendisiplinkan diri untuk mendengarkan pengajaran firman Allah dengan sungguh-sungguh dan dengan hati yang terbuka. Kita harus mengembangkan rasa lapar akan kebenaran yang menenangkan jiwa kita, mengilhamkan penyembahan, membangkitkan pujian kepada Allah, dan menggerakkan kita untuk melayani Dia.

Kita dengan mudah menyalahkan pendeta apabila kita meninggalkan kebaktian dengan perasaan hampa dan patah semangat. Namun pendeta hanyalah salah satu peserta; kita pun harus melakukan tugas kita. Mereka yang memperoleh berkat paling banyak dari penyembahan adalah mereka yang memberikan peranan paling banyak --Richard De Haan

10 Mei 2005

Jawabannya Tidak

Nats : Lalu Daud bangun dari lantai, ... masuk ke dalam rumah Tuhan dan sujud menyembah (2Samuel 12:20)
Bacaan : 2Samuel 12:13-23

Anak-anak memang menyenangkan dan lugu—sebelum orangtua mereka mengatakan tidak kepada permintaan mereka. Ketika hal itu terjadi, sebagian anak akan berteriak tak terkendali, mendesakkan apa yang mereka inginkan.

Ketika anak-anak kami masih kecil, saya dan istri saya berpikir bahwa mereka perlu belajar menerima kata tidak sebagai sebuah jawaban atas permintaan mereka. Kami merasa hal ini akan membantu mereka menangani kekecewaan hidup secara lebih efektif. Kami berdoa kiranya hal itu juga akan membantu mereka berserah pada kehendak Allah.

Bacaan Alkitab hari ini mencatat pengakuan Daud mengenai kesalahannya di depan Natan. Daud diampuni, tetapi Allah membiarkan konsekuensi dosanya ditanggung oleh bayi yang dikandung di luar ikatan pernikahan. Daud berpuasa dan berdoa siang malam bagi kesembuhan anaknya. Meskipun permohonannya tulus, bayinya mati.

Bukannya bersikap seperti anak-anak yang merengek-rengek dan marah kepada Allah, Daud justru bangun dari lantai, mandi, berganti pakaian, serta "masuk ke dalam rumah Tuhan dan sujud menyembah" (2 Samuel 12:20). Tindakannya mengajarkan satu hal penting kepada kita: Kadang-kadang kita harus menerima kata tidak dari Allah sebagai jawaban atas permohonan kita.

Di masa-masa sulit atau kehilangan, kita harus mencari bantuan dan pembebasan dari Allah. Tetapi kita harus tetap memercayai-Nya meskipun Dia tidak menjawab doa seturut kehendak kita.

Sudahkah kita belajar menerima tidak sebagai sebuah jawaban? —AL

22 Mei 2005

Apa yang Disukai Allah?

Nats : Hendaklah kamu penuh dengan Roh, dan berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani (Efesus 5:18,19)
Bacaan : Efesus 5:15-21

Sebagian gereja telah terpecah-pecah karena tata cara ibadahnya. Gereja yang satu mungkin berkeras menggunakan cara kebaktian tradisional, sementara yang lain mendorong format yang lebih kontemporer.

Kita semua dapat belajar dari apa yang diperoleh oleh seorang lelaki yang sedang dalam perjalanan bisnis, sesudah menghadiri kebaktian gereja di dekat hotelnya. Ia berbicara dengan sang pendeta betapa ia merasa diberkati oleh khotbahnya. Akan tetapi, ia tidak bisa menikmati ibadahnya.

Pendeta tersebut kemudian bertanya, "Kira-kira menurut Anda apa yang tidak disukai oleh Allah?" Laki-laki itu pun menjawab, "Saya kira tidak ada yang tidak Dia sukai. Saya hanya membicarakan reaksi saya sendiri. Akan tetapi, ibadah bukanlah persoalan mengenai diri saya, bukankah demikian?"

Kita berhak memiliki pilihan, dan kita harus memegang teguh keyakinan alkitabiah kita. Akan tetapi, sebelum kita menyampaikan pendapat, marilah kita berusaha dengan sungguh-sungguh memahami sudut pandang Allah. Renungkanlah Efesus 5 dari sudut pandang ibadah: kita harus dipenuhi Roh, berbicara satu sama lain dalam mazmur, kidung puji-pujian, nyanyian rohani, bersyukur kepada Allah, dan merendahkan diri seorang kepada yang lain (ayat 19,21).

Apa pun gaya ibadah kita, ketika kita menaikkan pujian kepada Allah atas kebesaran-Nya dan semua yang telah Dia perbuat, kita akan meninggikan Dia dan menguatkan orang lain. Itulah yang disukai Allah —VCG

28 Juli 2005

Ketika Matahari Tak Bersinar

Nats : Pujilah Tuhan, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya! (Mazmur 103:2)
Bacaan : Mazmur 103

Acap kali kita menyepelekan berkat-berkat Allah hingga akhirnya berkat-berkat itu diambil dari kita. Lalu kita menyadari betapa berartinya anugerah Allah, bahkan untuk hal yang paling lazim sekalipun.

Ada sebuah legenda mengenai hari ketika matahari tidak bersinar. Pada pukul enam pagi, langit masih gelap. Pukul tujuh pagi masih tetap malam. Siang datang, tetapi suasana masih seperti tengah malam. Akhirnya, pada pukul empat sore, orang-orang berkumpul di beberapa gereja untuk memohon matahari kepada Allah.

Pagi berikutnya, sekumpulan orang berkumpul di luar rumah dan memandang ke langit sebelah timur. Ketika secercah cahaya matahari menyibak fajar, orang-orang tersebut bersorak dan memuji Allah karena matahari itu.

Pemazmur mengerti ia tidak mungkin mengingat semua kebaikan yang telah dilakukan Allah baginya. Ia sedih karena ia mungkin saja melupakan hal-hal tersebut. Lalu ia menggenggam jiwanya yang lembek, menggoncang-goncangkannya, dan memaksanya untuk memikirkan beberapa karunia yang telah diberikan Allah kepadanya.

Karena kebaikan Allah sepasti matahari, kita berada dalam bahaya jika melupakan apa yang dicurahkan-Nya bagi kita setiap hari. Jika kita menghitung berkat satu per satu, kita tak akan pernah dapat menyelesaikannya. Tetapi jika kita mendaftar 10 atau 20 pemberian yang diberikan Allah bagi kita setiap hari, akan terjadi sesuatu pada hati kita.

Marilah kita coba dan kita akan mengetahui sendiri hasilnya HWR

1 September 2005

Anda Haus?

Nats : Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi (Mazmur 73:25)
Bacaan : Mazmur 73:23-28

Para pakar kesehatan menganjurkan kita untuk minum sedikitnya dua liter air setiap hari. Selain dapat mengurangi risiko serangan jantung, air juga menjadikan kulit kita sehat berkilau, dan membantu mengurangi berat badan. Bahkan kita harus minum lebih banyak air ketika berolahraga atau jika kita berada di suhu yang panas atau kering. Dan meskipun tidak haus, kita tetap harus minum air.

Kehausan kita akan Allah bahkan lebih bermanfaat lagi. Pada saat kita mengalami kekeringan rohani, kita akan rindu mendengar Dia melalui firman-Nya, dan kita akan mencari setetes pengetahuan akan Dia. Apabila kita melatih iman dengan cara baru, maka kita akan ingin menjadi dekat dengan-Nya dan menerima kekuatan-Nya. Kita akan menjadi semakin haus akan Allah apabila kita melihat dosa orang-orang yang ada di sekitar kita, atau ketika kita memperoleh kesadaran baru akan dosa kita sendiri dan memerlukan Dia.

Kehausan rohani adalah istilah yang dipakai di dalam Kitab Suci. Asaf haus akan jawaban dalam mazmur yang berisi pertanyaan. Ketika ia melihat kebahagiaan orang fasik, ia berseru kepada Allah untuk mengetahui alasannya (Mazmur 73:16). Ia mendapati Tuhan sebagai kekuatannya dan menyadari bahwa ia tidak mengingini apa pun selain Dia (ayat 25,26).

Apabila kita mengalami dahaga rohani, maka kita dapat mengikuti teladan Asaf dan mendekatkan diri kepada Allah (ayat 28). Dia akan memuaskan diri kita, dan membuat kita menjadi lebih haus akan Dia. Kita akan belajar untuk mengingini Dia lebih dari apa pun juga AMC

21 September 2005

Kumpulan yang Tak Terlihat

Nats : Kamu sudah datang ... kepada beribu-ribu malaikat, suatu kumpulan yang meriah (Ibrani 12:22)
Bacaan : Ibrani 12:18-24

Pada suatu hari Minggu pagi, ketika kami pergi ke West Virginia, kami mengunjungi suatu gereja kecil di sebuah desa yang kecil. Hanya ada lima belas orang yang hadir saat itu, tetapi mereka memancarkan sukacita pada saat menaikkan nyanyian. Dan sang pendeta pun berkhotbah dari Alkitab dengan sangat antusias. Akan tetapi, melihat kenyataan di sekelilingnya saya merasa kasihan kepada dia dan jemaatnya. Dengan kecilnya kemungkinan untuk bertumbuh, tampaknya hal itu merupakan pelayanan yang tidak menantang.

Namun, kesaksian seorang siswa seminari muda telah mematahkan dugaan saya! Ketika ia ditugaskan untuk melayani di kapel sebuah desa kecil, ia sempat merasa kecewa ketika yang hadir dalam kebaktian hanya dua orang. Pada saat ia membaca liturgi, ia membaca kalimat: Karena itu, bersama para malaikat dan semua penghuni surga, kita menyembah dan memuja nama-Nya yang kudus. Kalimat itu mengubah segala pemikiran di dalam kepalanya. Di dalam hati ia kemudian berkata, Ya Tuhan ampunilah aku. Aku tidak tahu bahwa ternyata ada begitu banyak yang hadir.

Ketika kita menghampiri Kristus dalam iman, kita akan bergabung dengan suatu kumpulan meriah yang tidak terlihat, yang digambarkan oleh penulis kitab Ibrani sebagai beribu-ribu malaikat, dan jemaat anak-anak sulung (12:22,23). Karena itu, ingatlah selalu kenyataan luar biasa ini pada saat Anda menyembah Allah. Hal ini akan memberi makna yang besar bagi setiap pelayanan, entah yang hadir pada saat itu ribuan atau hanya dua atau tiga orang HVL

26 Januari 2006

Meninggikan Tuan Kita

Nats : Darahku sudah mulai dicurahkan sebagai persembahan dan saat kematianku sudah dekat (2Timotius 4:6)
Bacaan : 2Korintus 11:23-28

Sebagai seorang pria berkepribadian teguh, Rasul Paulus memiliki sebuah ambisi yang pasti. Ia menguraikannya dalam suratnya kepada jemaat di Filipi: "Kristus dengan nyata dimuliakan di dalam tubuhku, baik oleh hidupku, maupun oleh matiku" (1:20).

Tanpa memedulikan apa yang mungkin akan dideritanya, atau kesukaran yang mungkin akan dilaluinya, ia bertekad menjadikan hidupnya sebagai alat untuk memuliakan Yesus. Tanpa menyerah ia berpegang teguh pada keputusan yang telah diambilnya itu di dalam bahaya, kesakitan, dan penjara, dan bahkan bersedia mempersembahkan tubuhnya sebagai korban.

Sebagian dari kita barangkali tidak dapat melihat bagaimana Yesus dapat dimuliakan di dalam tubuh kita. Kita mungkin berpikir bahwa hal itu hanya dapat terjadi saat kita dianiaya karena kita memegang teguh iman kita. Namun sebenarnya tidak seperti itu.

Tangan kita dapat meninggikan Tuhan saat kita menulis surat-surat yang menghibur. Kaki kita dapat meninggikan Dia saat kita melakukan pekerjaan-pekerjaan sederhana menolong orang lain. Suara kita dapat meninggikan Dia saat kita memberikan kesaksian dan menyanyikan puji-pujian kepada-Nya. Hati kita dapat meninggikan Dia saat kita menyatakan di dalam doa, kasih kita bagi Kristus Sang Penebus. Telinga kita dapat meninggikan Dia saat kita dengan penuh ucapan syukur mendengarkan khotbah-khotbah yang mengagungkan anugerah-Nya.

Jika kita mengenal Yesus, kita dapat meninggikan Dia dalam kehidupan kita sehari-hari --VCG

15 Juli 2006

Batu Karang dan Robot

Nats : Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kau-tempatkan: apakah manusia, sehingga Engkau meng-ingatnya? (Mazmur 8:4,5)
Bacaan : Mazmur 8

Selama berjalan-jalan menyusuri Taman Dewa yang indah di Colorado Springs, perhatian kami beralih dari batu karang yang besar, agung, dan terbuat dari batu pasir kepada dua orang yang sedang mengenakan pakaian robot. Saat itu taman dijejali para turis musim panas yang tiba-tiba ingin memotret robot tersebut, sementara anak-anak mereka mengelilinginya untuk menyentuh dan berbicara dengan robot-robot tersebut. Ma-syarakat yang tadinya datang ke taman itu untuk mengagumi keindahan ciptaan Allah, kini lebih tertarik untuk menyaksikan orang yang mengenakan kostum kardus yang disemprot dengan cat berwarna perak.

Hal ini kemudian mengingatkan saya pada waktu saya sedang melakukan saat teduh. Betapa seringnya saya duduk untuk mencari Tuhan dengan membaca Alkitab dan berdoa, tetapi tiba-tiba perhatian saya beralih ke koran, tagihan yang belum dibayar, atau daftar berbagai hal yang harus dikerjakan. Pemazmur memusatkan perhatiannya ketika menulis, "Ya Tuhan, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi! Keagungan-Mu yang mengatasi langit dinyanyikan .... Jika aku melihat langit-Mu ... apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?" (Mazmur 8:2,4,5).

Ketika sedang merenungkan Tuhan dan ciptaan-Nya, sikap pemazmur yang tinggi hati kemudian berubah menjadi rendah hati dan menghargai kebaikan Allah. Kita pun dapat mengalami hal yang sama dengan sang pemazmur apabila kita dapat meletakkan robot dan batu karang dalam sudut pandang yang benar --DCM

24 Februari 2007

Tekan 9 Dahulu

Nats : Aku mau bersyukur kepada Tuhan dengan segenap hatiku (Mzm. 9:2)
Bacaan : Mazmur 9:2-15

Anda berada di ruang periksa gigi dan ternyata itu memakan waktu lebih lama daripada yang Anda kira. Karena sudah terlambat untuk janji yang lain, Anda kemudian meminjam telepon. Anda menekan nomor dua kali, tetapi tidak tersam-bung. "Bagaimana caranya saya bisa menelepon?" Anda bertanya dengan gusar. "Maaf," kata sang resepsionis, "Anda harus menekan angka 9 terlebih dulu."

Anda pergi ke gereja untuk menyembah Allah. Anda menaikkan pujian. Anda berdoa mengikuti perkataan pendeta dan menyimak bagian Alkitab yang dibacakan. Namun, tidak ada yang terjadi dalam diri kita. Anda ingin menyembah Tuhan, tetapi Anda hanya mengikuti arus. Apa yang dapat Anda lakukan?

Inilah saran saya: Tekan angka 9. Bukalah Alkitab Anda pada Mazmur 9 dan ikutilah saran Daud yang terungkap saat ia menaikkan pujian kepada Tuhan dengan segenap hati.

o Bukalah hati Anda (ay. 2). Biarlah puji-pujian Anda mengalir!

o Ingatlah segala perbuatan-Nya bagi Anda (ay. 2).

o Bersukacitalah! Bersukarialah! Bermazmurlah! (ay. 3)

o Sadarilah bahwa Dia di pihak Anda (ay. 4-6).

o Datanglah kepada-Nya untuk berlindung (ay. 10).

o Beritakanlah apa yang telah dilakukan-Nya bagi Anda (ay. 12).

o Terimalah belas kasihan-Nya dan bersukacitalah dalam kesela-matan-Nya (ay. 14,15).

Mari ikuti teladan Daud. Anda akan mengalami lagi persekutuan dengan Allah dalam penyembahan dan pujian pada-Nya --DCE

Hanya Engkau yang layak, ya Tuhan,
Untuk disembah dan dipuja;
Hanya bagi-Mu segala penghargaan
Hati kami bernyanyi dan bersuka. --Hess

23 Mei 2007

Tangan Hampa

Nats : Janganlah ia menghadap hadirat Tuhan dengan tangan hampa (Ulangan 16:16)
Bacaan : Imamat 23:16-22

Saat bulir gandum hijau mulai terbentuk di setiap batang gandum yangbersemi di Israel, para pekerja mengikat tangkai yang bertunas itu untuk memisahkannya dari tangkai gandum yang masih muda. Saat tangkai yang ditandai dengan ikatan tadi dituai, gandum itu harus dipersembahkan di bait yang berada di Yerusalem, sebab Allah telah memerintahkan jika bangsa Israel datang kepada-Nya di hari raya, "Janganlah ia menghadap hadirat Tuhan dengan tangan hampa" (Ulangan 16:16).

Di kalender Yahudi, hari ini adalah Hari Raya Hulu Hasil. Meski kebanyakan orang kristiani tak merayakannya, hari libur Yahudi ini menjadi pengingat yang baik agar kita berintrospeksi: "Apa yang kumiliki untuk kupersembahkan kepada Tuhan?" Mungkin kita jadi mudah resah saat memikirkan apa yang bisa dilakukan demi menyenangkan hati-Nya agar kita tak datang dengan tangan hampa. Sebagian kita terlalu sibuk melakukan hal-hal demi menyenangkan Tuhan, sampai kita lupa menyaksikan yang telah Kristus genapi.

Paulus merujuk Mesias yang bangkit sebagai "yang sulung" (1Korintus 15:20). Artinya, Yesus mendahului kita dan berdiri di hadapan Allah demi memenuhi persembahan yang dituntut dari kita.

Orang-orang percaya juga disebut sebagai anak sulung. "Atas kehendak-Nya sendiri Ia telah menjadikan kita oleh firman kebenaran, supaya kita pada tingkat yang tertentu menjadi anak sulung di antara semua ciptaan-Nya" (Yakobus 1:18).

Karena Yesus adalah "yang sulung", kita sungguh berharga dan tak akan pernah menghadap pada-Nya dengan tangan hampa --KW


Pertama, aku datang kepada Allah dalam penyembahan,
Lalu aku hendak mempersembahkan pelayanan;
Aku tak akan datang dengan tangan hampa
Saat aku menghadap Kristus Sang Raja. --Hess

28 Juli 2007

Dahsyat!

Nats : Sebab Tuhan, Yang Mahatinggi, adalah dahsyat, Raja yang besar atas seluruh bumi (Mazmur 47:3)
Bacaan : Mazmur 47

Kata berikut ini sering dipakai dan kita mendengarnya dalam konteks yang sangat tidak lazim. Kata tersebut adalah dahsyat.

Suatu kali cucu saya, Josh, yang berusia 9 tahun dan saya sedang bermain mobil balap yang dikendalikan dari jauh di ruang keluarga. Beberapa kali ia berkata, "Dahsyat!"

Pada kesempatan lain, ketika saya dan istri saya sedang meninggalkan restoran, sang manajer restoran yang sedang berdiri di pintu bertanya, "Apakah semuanya memuaskan Anda?" "Ya," jawab saya. "Dahsyat!" katanya.

Kedua peristiwa ini membuat saya berpikir: Meskipun bermain dengan cucu saya dan menikmati makanan di restoran adalah hal-hal yang menyenangkan, tetapi apakah pengalaman-pengalaman ini memang benar-benar dahsyat? Jadi, saya membuka kamus Mr. Webster edisi lengkap. Definisi utama mencatat arti dahsyat sebagai "rasa hormat yang sangat dalam", "mengerikan", "hebat". Saya jadi teringat ketika sedang berdiri di tepi Grand Canyon sebelah selatan. Ini sungguh-sungguh merupakan pengalaman yang dahsyat.

Kemudian, saya memikirkan kenyataan yang jauh lebih dahsyat, yaitu mengenal Sang Pencipta dan Penopang seluruh alam semesta ini. Jadi, memang tidak mengherankan apabila pemazmur menulis kalimat seperti ini, "Tuhan, Yang Mahatinggi, adalah dahsyat" (Mazmur 47:3).

Lain kali apabila kita mendengar kata dahsyat, kiranya kata itu mengingatkan kita kepada Allah kita yang hebat, yang benar-benar dahsyat! --DJD